Kamis, 07 Juni 2012

DAKWAH K.H. ABDUL GHAFUR
(Studi Peran dan Kiprahnya dalam Masyarakat Islam Pesisir
Paciran - Lamongan)


Makalah ini diajukan Guna MemenuhiTugas
Mata Kuliah: Pemikiran Islam Kontemporer dan Perspektif Global
Dosen Pembina: Prof.Dr.H.Abdullah,MA.






Oleh:
Abdul Muid,M.Pd.I
NIM. FO.5.5.10.20



PROGRAM DOKTOR
PROGRAM PASCASARJANA
IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA
Desember 2010
DAKWAH K.H. ABDUL GHAFUR
(Studi Peran dan Kiprahnya dalam Masyarakat Islam Pesisir Paciran Lamongan)

Oleh: Abdul Muid,M.Pd.I
NIM. FO.5.5.10.20

A. Latar Belakang
Kawasan Jawa dilihat dari tata ruang fisik dan tata ruang sosial terbagi ke dalam tiga tipologi yaitu daerah pegunungan, daerah pedalaman, dan daerah pantai atau pesisir. Tipologi tata ruang fisik, menggambarkan adanya perbedaan-perbedaan fisik, seperti tata letak tanah termasuk jenis, sifat, dan serta udara atau cuaca yaitu berudara dingin, sedang, atau panas. Adanya perbedaan kondisi fisik menggambarkan adanya perbedaan corak masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian, antara ruang fisik dan ruang sosial keduanya saling terkait satu sama lain.
Masyarakat yang tinggal di sepanjang daerah pantai, khususnya pantai utara Jawa, dikenal dengan sebutan masyarakat pesisir atau orang pesisir. Untuk kawasan pantai utara Jawa, mereka yang disebut orang pesisir adalah masyarakat Jawa yang tinggal di sepanjang daerah Brebes, Tegal, Wiradesa, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal, Demak, Jepara, Kudus, Pati; Juwana, Lasem, Tuban, Sedayu (Paciran), Gresik, Surabaya, dan Cengkal Sewu yang umumnya bersifat terbuka, lugas, dan egaliter. Kebudayaan yang hidup di sepanjang daerah tersebut berada dalam suatu wilayah kebudayaan pesisir.
K.H. Abdul Ghafur adalah sosok da’i yang namanya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Islam pesisir Paciran-Lamongan. Peran dan kiprahnya dalam masyarakat Islam pesisir Paciran-Lamongan cukup banyak, antara lain Ia adalah seorang da’i sekaligus sebagai pimpinan Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran-Lamongan, pendiri perguruan pencak silat GASPI (Gabungan Pencak Silat Pemuda Islam), pengusaha (penggergajian kayu, penambangan dan penggalian batu dolomit dan fosfat, pertokoan dan wartel, investasi modal di luar negeri, perkebunan Mengkudu lahan seluas 10 Ha, pengembangan Jus Mengkudu ‘Sunan’, pembuatan pakan ikan dan ternak, pembuatan air kemasan ‘Quadrat’, peternakan bebek pedaging, peternakan sapi, kerajinan dari limba kulit, pembuatan madu asma, ‘Tawon Bunga’, minyak kayu putih ‘Bintang Cobra’, koperasi, radio dakwah ‘Dakwah Persada FM 101,6 MHz’, dan lain-lain), serta yang tidak kalah menarik adalah dalam bidang konsultasi spiritual dan ketabiban.
Peran dakwah bil lisan K.H. Abdul Ghafur yang pada saat ini biasa dilakukan adalah memberikan ceramah agama keliling daerah baik yang ada di lingkungan masyarakat Islam Pesisir Paciran-Lamongan maupun daerah-daerah lain di luar Lamongan. Kegiatan dakwah bil lisan tersebut dilakukan adalah dengan cara menghadiri undangan-undangan pengajian yang diselenggarakan oleh para penduduk yang mengundangnya maupun acara pengajian yang diselenggarakan sendiri, dalam hal ini pengajian rutin setiap pagi dengan mengkaji kitab Ihya’ Ulumuddin yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Sunan Drajat dan kemudian disiarkan kepada masyarakat Islam pesisir Paciran-Lamongan dan sekitarnya melalui stasiun radio setempat.
Peran dakwah K.H. Abdul Ghafur tidak hanya bil-lisan saja, tetapi ia juga sudah memasuki wilayah bil-qalam. Dakwah bil-qalam yang dilakukannya adalah ia menulis semacam makalah atau buletin yang berkaitan dengan masalah-masalah aktual kemasyarakatan yang ditulis berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Hadits dan disampaikan dalam pengajian rutin setiap hari Kamis malam Jum’at di Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran-Lamongan. Sedangkan dakwah bil-hal yang ia laksanakan adalah usaha pengembangan pada masyarakat Islam pesisir yang memiliki garapan yang lebih luas. Meliputi pengembangan pendidikan, ekonomi, dan sosial masyarakat. Pengembangan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya mencerdaskan kehidupan berbangsa dan beragama. Ini berarti bahwa pendidikan harus diupayakan untuk menghidupkan kehidupan bangsa yang maju, efisien, mandiri, terbuka dan berorientasi pada masa depan. Dalm bidang ekonomi, pengembangannya dilakukan peningkatan minat usaha dan etos kerja yang tinggi serta menghidupkan dan mengoptimalisasikan sumber ekonomi umat. Sementara pengembangan sosial kemasyarakatan dilakukan dalam kerangka merespon problem sosial yang timbul karena dampak modernisasi dan globalisasi, seperti masalah-masalah pengangguran, tenaga kerja, penegakan hukum, pemberdayaan manusia, dan lain-lain.
Sebelum mendirikan Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai lembaga untuk pengembangan dakwah, pada tahun 1977, K.H. Abdul Ghafur memperoleh kepercayaan memimpin Madrasah Ibtidaiyah al-Muawwanah yang didirikan oleh Kiai Adelan di Banjaranyar tahun 1963. Madrasah ini oleh Kiai Adelan dipercayakan kepada Mindarto putra Salbiyah keturunan Sunan Drajat dengan Mbah Kinanthi. Tidak lama kemudian kepemimpinan madrasah digantikan oleh Muhammad Ilham dan seterusnya kepada K.H. Abdul Ghafur. Madrasah ini berdiri di sebelah utara masjid Jelak Banjaranyar tidak jauh dari tempat tinggalnya. Nama “Sunan Drajat” adalah sebuah nama yang mempunyai ikatan historis, psikologis dan filosofis yang sangat lekat dengan nama Kanjeng sunan Drajat. Sunan drajat adalah julukan Raden Qosim putra kedua dari raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) dengan Nyai Ageng Manila (putri Arya Teja, Adipati Tuban). Nama beliau yang lain adalah Syarifuddin atau Maunat.
Empat tahun kemudian 1981, ia mendirikan SMP ’45 dan tahun 1983 berubah menjadi Mts. Berbekal murid-murid madrasah tersebut ia mendirikan Pondok Peantren Sunan Drajat karena murid-murid tersebut ingin menetap dan malamnya dapat mengaji. Mula-mula santri putra ditampung di sebelah selatan dan santri putri yang menyusul berdatangan ditampung di belakang rumah Sunaryo adik iparnya di tanah tempat tinggal Sunan Drajat.
Pondok Pesantren Sunan Drajat tumbuh sangat cepat baik fisik maupun jenis pendidikannya. Lokasi utamanya di kampung Bandilan yang dulu rawa-rawa dan angker seluas 12 Ha untuk santri putra, untuk sekolah-sekolah, untuk masjid, gedung serba guna, pertokohan, dan lain-lain. Dan tanah bekas tempat tinggal dan masjid Sunan Drajat untuk pemukiman santri putri. Selain itu juga didirikan Pondok Pesantren Putri Fatimiyah oleh K.H. Abdul Hadi Yasin yang berlokasi di Masjid Gendingan, khusus bagi santri penghafal Al-Quran, ada bangunan gedung pondok, sekolah, masjid, selain permanen bangunan itu umumnya bertingkat.
Gedung-gedung sekolah yang berlokasi di Pondok Pesantren Sunan Drajat terdiri atas Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah Pondok Pesantren, Madrasah Al-Quran, SMEA, STM, Madrasah Mualimin-mualimat (Aliyah Program Khusus), dua buah Taman Kanak-kanak, Taman Pendidikan Al-Quran, bahkan SMP Negeri juga berdiri di dalam komplek pondok tersebut dengan syarat-syarat khusus. Jumlah murid di luar SMP Negeri tadi sekitar 4000 siswa dan Madrasah Diniyah untuk semua tingkatan (‘Ula, Wustha, ‘Ulya) berjumlah sekitar 1900 santri.
Pembangunan gedung-gedung sarana dan prasarana yang demikian banyak, besar dan lengkap serta pembiayaan rutin, dana yang diperoleh dari usaha sendiri seperti penggergajian kayu, penambangan dan penggalian batu dolomit dan fosfat, usaha pertokoan dan wartel, investasi modal di Malaysia, dukungan yang besar dan sungguh-sungguh dari orang Drajat yang ada di Malaysia, serta wibawa dan keahlian kiai dalam konsultasi spritual dan ketabiban serta bantuan berbagai pihak.
Usaha-usaha pengergajian kayu dan sebagainya selain untuk sarana penggalian dana yang bersifat mandiri juga menjadi sarana latihan keterampilan para santri, siswa STM, SMEA. Nampaknya penggalian dana untuk pondok yang dibinanya tidak berhenti sampai di situ. K.H. Abdul Ghafur merintis pabrik pupuk produksi Sunan Drajat yaitu pupuk organik dan nonorganik serta pakan tambak. Pada tanggal 6 Pebruari 2004 pabrik pupuk produksi Sunan Drajat ini memperoleh Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diserahkan langsung oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Memperindag) Rini M.S. Suwandi kepada K.H. Abdul Ghafur di Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Dengan melihat uraian di atas dapat dikatakan bahwa peran dan kiprah dakwah K.H. Abdul Ghafur tidak saja bil-lisan saja tetapi juga bil-qalam, dan bil-hal dalam masyarakat Islam Pesisir Paciran-Lamongan. Dengan demikian penelitian ini menarik untuk dikaji lebih lanjut dengan menganalisis bagaimana peran dan kiprah dakwah K.H. Abdul Ghafur dalam masyarakat Islam Pesisir Paciran Lamongan?

B. Kerangka Teoretis
Penelitian yang akan dilakukan nanti adalah berkisar mengenai Dakwah K.H. Abdul Ghafur: Studi peran dan kiprahnya dalam masyarakat Islam Pesisir Paciran-Lamongan. Dengan demikian sebagai kerangka teoretis yang akan dijelaskan dalam bagian ini adalah berkisar mengenai pengertian peran dan kiprah, dakwah, dakwah bil-lisan, dakwah bil-qalam, dakwah bil-hal.
Adapun peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan pengertian kiprah adalah melakukan kegiatan dengan semangat yang tinggi dan bergerak dalam bidang tertentu.
Adapun pengertian dakwah adalah sesuatu yang integral dalam Islam. Apabila seseorang menyebut kata dakwah. Kata itu tidak perlu ditambah dengan Islam, sebab yang dimaksudkan adalah “dakwah Islam.” Dalam kamus, antara lain, Lisan al-Arab karya Ibnu Manzur Jamal al-Din Muhammad Inu Mukarram al-Ansari, ketika memberikan arti kata da’a hanya dikemukakan dengan dua pengertian istilah saja, yaitu dengan arti permohonan do’a dan pengabdian kepada Allah SWT.
Dakwah menurut pengertian bahasa adalah da’a, yad’u, da’watan yang berarti mengajak, memanggil, menyeru. Orang yang melakukannya disebut da’i. Secara integral dakwah merupakan suatu proses untuk mendorong orang lain agar memahami dan mengamalkan suatu keyakinan tertentu.
Sedangkan dakwah menurut istilah, para ulama memberikan definisi yang berbeda-beda, antara lain:
1. Syekh Ali Mahfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursidin, menyatakan bahwa dakwah adalah usaha mendorong umat manusia melakukan kebaiakan dan mengikuti petunjuk (agama), menyeru mereka berbuat makruf dan mencegah mereka dari perbuatan yang munkar, agar mereka mempunyai kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Adam Abdullah Al-Alury dalam kitabnya Tarikh al-Da’wah al-Islamiyah, dakwah adalah mengarahkan pikiran dan akal budi manusia kepada suatu pemikiran atau aqidah dan mendorong mereka untuk menganutnya.
3. M. Quraisy Shihab memberikan definisi, tentang Dakwah dalam bukunya Membumikan Al-Quran, dakwah adalah sebagai sebuah seruan ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan hanya sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.
4. Sayyid Qutub, dalam kitabnya Fi Dzilalil Quran, menyebutkan dakwah adalah mengajak atau menyeru orang lain masuk ke dalam jalan Allah SWT, bukan untuk mengikuti da’I atau mengikuti sekelompok orang.
5. M. Amin Rais dalam bukunya Cakrawala Islam mengartikan, dakwah sebagai setiap rekonstruksi masyarakat yang masih mengandung unsur jahiliyah agar menjadi masyarakat yang Islami. Dakwah juga berarti Islamisasi seluruh kehidupan manusia atau gerakan simultan dalam berbagai bidang kehidupan untuk mengubah status quo agar nilai-nilai Islam memperoleh kesempatan untuk tumbuh subur demi kebahagiaan seluruh umat manusia.
6. Didin Hafiduddin, dalam bukunya Dakwah Aktual mengatakan dakwah dalam pengertian integralistik merupakan proses yang berkesinambungan yang ditangani para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk jalan Allah SWT dan secara bertahap mebuju kehidupan yang Islami.
Walaupun berbeda pengertian yang diberikan oleh para ahli, tetapi jika diperhatikan dengan seksama maka semuanya memiliki unsur yang sama yaitu:
1. Dakwah adalah proses penyampaian ajaran Islam dari seorang kepada orang lain baik individu maupun kelompok.
2. Penyampaian ajaran tersebut berupa perintah untuk melakukan kebaikan dan mencegah perbuatan jahat (amar ma’ruf-nahi munkar).
3. Usaha tersebut dilakukan secara sadar dengan tujuan untuk terbentuknya individu atau keluarga yang bahagia dan masyarakat atau umat yang terbaik dengan cara taat menjalankan ajaran agama Islam, usaha tersebut dilakukan melalui bahasa lisan, tulisan, maupun perbuatan maupun keteladanan.
Dari beberapa pengertian dakwah tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa: (1) pemikiran dakwah adalah suatu keaktifan pribadi manusia untuk menemukan pemahaman tentang unsur-unsur dakwah (tujuan, subjek, materi, metode, media, organisasi dakwah) berdasarkan fenomena yang terjadi, serta berusaha memberikan solusi problematika dakwah yang ada secara bijaksana dan nyata., (2) peran dan kiprah dakwah adalah suatu kegiatan, kesibukan, kerja dakwah yang dilakukan oleh seseorang. Sedangkan salah satu kegiatan kerja yang dilakukan ditiap bagian, adalah suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk jalan Allah dan secara bertahap menuju kehidupan yang Islami.
Memahami esensi dari makna dakwah itu sendiri, kegiatan dakwah dipahami sebagai upaya untuk memberikan solusi Islam terhadap berbagai masalah dalam kehidupan. Masalah kehidupan tersebut mencakup seluruh aspek meliputi; ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, keamanan, dan lain-lain. Dengan demikian dakwah haruslah dikemas dengan cara dan metode yang tepat. Dakwah harus tampil secara aktual, faktual, dan kontekstual. Aktual berarti dapat menyelesaikan masalah yang hangat di masyarakat. Faktual berarti konkret dan nyata, serta kontekstual berarti relevan dan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat.
Adapun pengertian dakwah bil-lisan adalah sebuah dakwah yang dilakukan dengan lisan baik yang dilakukan melalui ceramah, pidato, khutbah, dan lain-lain. Sedangkan dakwah bil-qalam adalah dakwah yang dilakukan dengan memakai tulisan sebagai media dakwah. Dalam konteks ini, tulisan mempunyai dua fungsi, pertama, sebagai alat komunikasi atau komunikasi ide yang produknya berupa ilmu ilmu pengetahuan. Kedua, sebagai alat komunikasi ekspresi yang produknya berupa karya seni (jurnalistik). Kedua fungsi ini mempunyai ruang lingkup tersendiri dengan pendukung, sejarah, landasan berpikir, dan kejernihan (rasionalitas) tersendiri. Yang pertama berada di tempat yang lebih dahulu dan harus didahulukan daripada yang kedua.
Pembahasan menyangkut dua fungsi tersebut sementara ini terlihat kurang terpadu. Orang sering melihat jurnalistik Islam sebagai tulisan Islami atau hanya sebagai alat media ekspresi saja. Padahal sebelum mencapai tahap ini semestinya dilalui dulu secara intensif tahap pertama, yaitu memahami jurnalistik dalam tahap sebagai media komunikasi dalam hal ini komunikasi dakwah.
Dakwah dan komunikasi memiliki titik bersebrangan. Dakwah berintikan islah (memperbaiki) dan komunikasi berintikan efek (mempengaruhi). Penyampaian ajaran Islam kepada pembaca bertujuan agar manusia dapat bersatu dalam agama yang benar ini. Dalam Islam, ajaran yang dimaksud adalah inti-inti aturan hidup yang mengarah kepada pencapaian kesejahteraan. Inti-inti itulah yang memerlukan penjabaran yang aktual dan signifikan. Orang-orang yang dianggap berkompeten dalam penyebaran itu adalah para ulama, jurnalis-jurnalis Muslim, dan cendikiawan Muslim.
Secara umum ada lima peranan jurnalis Muslim: Pertama, sebagai pendidik (mu’addib), yaitu melakukan fungsi edukasi Islami. Kedua, sebagai pelurus informasi (musaddid). Ketiga, sebagai pembaharu (mujaddid), yakni penyebar paham pembaharuan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam sehingga mampu menyerukan umat Islam untuk memegang teguh Al-Qur’an dan Sunnah, memurnikan pemahaman tentang Islam dan pengamalannya (membersihkan dari bid’ah, khurafat, tahayul, dan isme-isme asing non-Islam), dan menerapkannya dalam segala aspek kehidupan umat ini. Keempat, sebagai pemersatu (muwahid), yakni harus mampu menjadi jembatan yang mempersatukan umat Islam. Kelima, sebagai pejuang (mujahid), yakni pejuang pembela Islam melalui media tulisan.
Dengan demikian dari kelima peran jurnalis Muslim tersebut, maka dapat disimpulkan tiga unsur dalam dakwah bil-qalam, yaitu: (a) Al-Tajwih, yakni memberikan tuntutan dan pedoman serta jalan hidup melalui media cetak, mana yang harus dilalui oleh manusia dan jalan mana yang harus dihindari, sehingga nyatalah mana yang jalan hidayah dan mana jalan yang sesat, (b) Al-Taghyir, yakni mengubah dan memperbaiki keadaan pembaca kepada suasana hidup yang baru yang didasarkan pada nilai-nilai Islam, (c) Al-Tarjih, yakni memberikan pengharapan akan sesuatu nilai agama yang disampaikan para penulis-penulis Muslim. Dalam hal ini dakwah bil-qalam harus mampu menunjukkan nilai apa yang terkandung di dalam suatu perintah agama sehingga dapat dirasakan sebagai suatu kebutuhan vital dalam kehidupan masyarakat.
Sejarah umat Islam telah menjelaskan kepada kita, bahwa perkembangan dan kecemerlangan ajaran Islam yang mampu menembus zaman dari abad ke abad, melewati negeri dan benua, berkat kerja berantai yang berangkat dari penulis-penulis Islam yang tidak pernah putus asa. Mereka telah berjasa besar dalam bidang dakwah, karena berkat tulisan-tulisannya mereka mentransfer ajaran-ajaran Ilahi dan meninggikan syiar Islam ke seluruh penjuru dunia. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan dakwah Islam selalu dikawal oleh kegiatan-kegiatan tulis-menulis sebagai media yang mampu mentransfer pesan-pesan dakwah yang dilakukan oleh para penulis di bidangnya masing-masing.
Dakwah bil-qalam dengan kekuatannya mempengaruhi massa yang mampu membawa perubahan dalam masyarakat. Perubahan adalah pola pikir dan perilaku dalam masyarakat. Pengembangan media cetak semakin mencuat karena media ini merupakan salah satu media yang bisa diperoleh oleh siapa saja dan di mana saja berada.
Seiring dengan kemajuan zaman yang berdampak pada terbentunya individu-individu yang semakin penting memahami arti pendidikan maka semakin banyak individu yang memerlukan informasi juga semakin tinggi. Di sini media cetak apapun bentuknya memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan informasi.
Dakwah bukan hanya sekedar menyeru, mengajak, dan memanggil tetapi juga dilakukan dalam bentuk kerja nyata (hal) yaitu keteladanan, bersifat pemecahan masalah tertentu dalam dimensi waktu dan ruang yang tertentu pula. Karena metode dakwah bil-hal lebih diorientasikan pada kebutuhan nyata masyarakat. Terutama yang bersifat fisik. Dengan demikian metode dakwah bil-hal adalah metode dakwah yang menaruh perhatian besar terhadap masalah-masalah kemasyarakatan seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dengan bentuk amal nyata terhadap sasaran masyarakat tertentu. Dengan demikian usaha pengembangan masyarakat Islam memiliki bidang garapan yang lebih luas.
Sosok diri seorang da’i karenanya menjadi unsur yang sangat penting dalam proses rekayasa sosial. Apakah ia akan menjadi uswah hasanah mengikuti jejak Rasul atau justru menjadi uswah sayyiah mengambil keteladanan yang menyimpang dari Rasulullah SAW.
Jadi dakwah bil-hal adalah dakwah melalui aksi atau tindakan perbuatan nyata. Karena merupakan aksi atau tindakan nyata, maka dakwah lebih mengarah pada tindakan menggerakkan mad’u sehingga dakwah ini lebih berorientasi pada pengembangan masyarakat.dan difungsikan untuk meningkatkan kualitas umatnya yang pada akhirnya akan membawa perubahan sosial, karena pada hakikatnya Islam menyangkut tataran kehidupan manusia sebagai individu dan masyarakat.
C. Studi Terdahulu
Penelitian-penelitian tentang dakwah yang dilakukan oleh seorang kiai, ustad, atau individu, sudah banyak dilakukan antara lain; (1) Penelitian yang dilakukan oleh Choiri (1997) tentang Efektifitas Dakwah K.H. As’ari terhadap Pengamalan Beribadah Jamaah Thoriqoh Irsyadul-Ibad Gempol-Pasuruan, hasil temuannya adalah tentang penggunaan metode dakwah yang efektif dalam peningkatan beribadah para mad’u yang menjadi saran dakwah, (2) Penelitian yang dilakukan oleh M. Nur Kholis (2004) tentang Dakwah Hadi Bajuber (Kajian tentang Aktivitas Hadi bajuber di Radio El-Bayu Gresik), hasil temuan ini tentang aktivitas dan metode dakwah yang dilakukan oleh Hadi Bajuber di Radio El-Bayu. (3) Penelitian yang dilakukan oleh Suharyanti (2006) tentang Dakwah K.H. Ach. Munif (Studi tentang Kiprah dan metode dakwah K.H. Ach. Munif di Desa Sidodadi Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo, hasil temuannya adalah tentang peran dakwah yang dilakukan oleh K.H. Ach. Munif dalam masyarakat Desa Sidodadi Kecamatan taman Kabupaten Sidoarjo, (4) Penelitian yang dilakukan oleh Triyono (2006) tentang Kiprah dan Metode dakwah K.H. Miftakhul Lutfi Muhammad pada Masyarakat di Sekitar Ma’had Tee Bee, hasil temuannya adalah kiprah perjuangan dakwah K.H. Miftakhul Lutfi Muhammad pada masyarakat di sekitar Ma’had Tee Bee.
Dengan demikian penelitian tentang dakwah seorang kiai, ustad atau individu dengan objek yang berbeda sudah banyak dilakukan oleh orang, namun sejauh yang penulis ketahui, belum ada penelitian yang dilakukan oleh seseorang yang meneliti tentang Dakwah K.H. Abdul Ghafur, dan mengkajinya secara khusus tentang peran dan kiprahnya dalam masyarakat Islam Pesisir Paciran-Lamongan. oleh sebab itu peran dan kiprah dakwahnya pantas untuk dikaji. Sebagai bahan penelitian ini lebih lanjut, peneliti akan mencoba mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan peran, dan kiprahnya dalam masyarakat Islam Pesisir Paciran-Lamongan.


D. Penutup
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa peran dan kiprah dakwah K.H. Abdul Ghafur dalam masyarakat Islam Pesisir Paciran-Lamongan tidak hanya saja bil-lisan saja tetapi juga bil-qalam, dan bil-hal.
Dakwah bil-lisan adalah sebuah dakwah yang dilakukan dengan lisan baik yang dilakukan melalui ceramah, pidato, khutbah, dan lain-lain. Adapun dakwah bil-qalam adalah dakwah yang dilakukan dengan memakai tulisan sebagai media dakwah. Sedangkan dakwah bil-hal adalah dakwah melalui aksi atau tindakan perbuatan nyata. Karena merupakan aksi atau tindakan nyata, maka dakwah lebih mengarah pada tindakan menggerakkan mad’u sehingga dakwah ini lebih berorientasi pada pengembangan masyarakat.dan difungsikan untuk meningkatkan kualitas umatnya yang pada akhirnya akan membawa perubahan sosial, karena pada hakikatnya Islam menyangkut tataran kehidupan manusia sebagai individu dan masyarakat.
Dengan demikian sebagai signifikansi dari penelitian yang akan dilaksanakan mendatang paling tidak ada beberapa signifikansi yang dimunculkan antara lain:
1. Mengangkat ide dan pemikiran K.H. Abdul Ghafur dalam wacana dakwah agar dapat dijadikan sebagai salah satu referensi aktual dan ilmiah dalam membangun dakwah Islam dalam masyarakat Islam pesisir khususnya Paciran-Lamongan.
2. Memperkaya khasanah intelektual, wawasan, dan gambaran secra utuh tentang pemikiran dan aktivitas dakwah K.H Abdul Ghafur dalam kerangka pengembangan dakwah Islam.
3. Memberikan sebuah kontribusi pemikiran, kajian pengembangan sekaligus pencerahan dalam dunia dakwah agar sesuai dengan tujuan dan misi dakwah Islam.
4. Sebagai kontribusi penelitian dakwah dalam upaya mencari formulasi dakwah yang relevan, signifikan, aktual, faktual, dan kontekstual untuk memberi dan mencapai dakwah yang memberi solusi.
5. Sebagai bahan rujukan bagi aktivis dakwah agar dalam membuat perencanaan dan menjalankan dakwah benar-benar sesuai dengan kebutuhan umat.
6. Menambah informasi ilmiah dalam khasanah dakwah Islam khususnya tentang tokoh dakwah, kiranya masih relevan dan aktual dijadikan pegangan dan bahan analisis bagi umat Islam yang menekuni dakwah dalam kerangka menghadapi era globalisasi.
7. Secara akademis diajukan sebagai persyaratan memperoleh gelar Doktor pada Program S-3 IAIN Sunan Ampel Surabaya Konsentrasi Dirasah Islamiyah, dengan latar belakang penulis, S-1 Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, S-2 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra UNESA.












DAFTAR PUSTAKA


Al-Alury, Adam Abdullah, Tarikh al-Da’wah al-Islamiyyah. Beirut, 1967.

Al-Ansari, Ibnu Manzur Jamal al-Din Ibnu Mukarram. Lisanul ‘Arab. Kairo: Dar al-
Mishriyah li al-Taklif wa al-Tarjamat, tt.

Al-Bayayuni, Muhammad Fath, al-Madzkhal ila Ilmi Da’wah, Madinah: Mu’assasah
al-Risalah, 1994.

Choiri, Efektifitas Dakwah K.H. As’ari terhadap Pengamalan Beribadah Jamaah
Thoriqoh Irsyadul-Ibad Gempol-Pasuruan. Surabaya: Skripsi IAIN Sunan
Ampel Surabaya, 1997.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 2002.

Hafiduddin, Didin. Dakwah Aktual. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999.

Ishomuddin, Proses Perubahan Sosial-Budaya Warga Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama: Studi Etnografi pada Masyarakat Transisi di Desa Drajat dan
Paciran Kabupaten Lamongan. Surabaya: Disertasi Program Doktor Program
Pascasarjana IAIN Sunan Sunan Ampel Surabaya, 2004.

Kasman, Suf. Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah bi al-Qalam
dalam Al-Qur’an. Jakarta: Teraju, 2004.

Lemlit Undip, Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Pantai dan Pesisir
Kabupaten Demak, Jepara, Kudus, dan Pati. Semarang: Undip, 1999.

Kholis, M. Nur, Dakwah Hadi Bajuber (Kajian tentang Aktivitas Hadi bajuber di
Radio El-Bayu Gresik). Surabaya: Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya,
2004.

Mahfudz, Syekh Ali. Hidayatul-Mursyidin ila Thuruq al-Wa’dzi wa al-Khitabat,
Libanon: Dar-al- Ma’rifah, tt.

Qutub, Sayyid. Fi Dzilalil Quran. Beirut: Ihyatut Turotsi Al-Araby, 1976.


Rais, Muhammad Amin. Cakrawala Islam: Antara Catatan dan Fakta. Bandung:
Mizan, 1996.

Shihab, M. Quraisy. Membumikan Al-Quran. Bandung: Mizan, 1995.

Suharyanti , Dakwah K.H. Ach. Munif (Studi tentang Kiprah dan MetodeDdakwah K.H.
Ach. Munif di Desa Sidodadi Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo).
Surabaya: Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2006.

Suparta, Mundier dan Harjani Hefni (ed.), Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media-
Rahmat Semesta, 2003.

Thohir, Mudjahirin. Orang Islam Jawa Pesisiran. Semarang: Fassindo Press, 2006.

Triyono, Kiprah dan Metode dakwah K.H. Miftakhul Lutfi Muhammad pada
Masyarakat di Sekitar Ma’had Tee Bee. Surabaya: Skripsi IAIN Sunan Ampel
Surabaya, 2006.

Yayasan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Profil Singkat Pondok Pesantren Sunan
Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan. Lamongan: YPPSD, 2002.





















DAKWAH K.H ABDUL GHAFUR
(Studi Peran dan Kiprahnya dalam Masyarakat Islam Pesisir
Paciran Lamongan)

Makalah ini diajukan untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pemikiran Islam Kontemporer dalam Perspektif Global

Dosen Pembina:
DR. H. Thoha Hamim, M.A.












Oleh:
Mohammad Rofiq
NIM. FO150623









PROGRAM DOKTOR
PROGRAM PASCASARJANA
IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA
Desember 2006




DAFTAR PUSTAKA














B. Rumusan dan Pembatasan Masalah
Permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana peran dan kiprah dakwah yang dilakukan oleh K.H. Abdul Ghafur dalam masyarakat Islam Pesisir?
Kemudian dari permasalahan pokok itu akan difokuskan beberapa aspek utama yaitu:
1. Pemikiran dakwah K.H. Abdul Ghafur tentang pengertian dakwah secara tekstual dan kontekstual, tujuan dakwah, da’i lokal dan global, objek dakwah, materi dakwah, metode dakwah, materi dakwah, media dakwah, dan organisasi dakwah.
2. Aktivitas dan kontribusi K.H. Abdul Ghafur melalui dakwah bil-lisan, bil-qalam, bil-hal.
3. Tantangan ke depan dan analisis terhadap dakwah yang dilakukan oleh K.H. Abdul Ghafur dalam masyarakat Islam Pesisir.

C. Tujuan Penelitian